Langsung ke konten utama

Zending di Papua dalamBUKU "KARTU POS ZENDING"

Zending di Papua dalam
BUKU "KARTU POS ZENDING"
=========================

Foto dibawah ini adalah foto gereja dan rumah zending di Roon, Gereja Harapan di Mansinam yang dibangun oleh Ottow dan Geisler pada tahun 1865, salah satu gereja di Hollandia (Jayapura), salah satu sudut pedesaan di wilayah Kwawi, sekelompok masyarakat Meoswar, dan empat orang warga suku Kapau di perbatasan dengan Papua New Guinea. Semua foto ini diambil pada masa Belanda.

Roon adalah salah-satu wilayah di Teluk Wondama tempat didirikannya salah satu dari lima pos zending di Papua, sedangkan Mansinam dan Kwawi merupakan wilayah pertama di Papua yang dimasuki para penginjil UZV. Adapun Hollandia merupakan salah-satu wilayah terakhir di Papua yang diinjili, dan suku Kapau dikenal dalam sejarah sebagai suku kanibal yang ganas dimasa lalu

Potret awal gereja-gereja dan bangunan-bangunan di Papua memiliki gaya yang masih sangat sederhana, yaitu gedung gereja yang menggunakan dinding dahan kayu atau juga bambu dengan atap berbentuk segitiga berbahan kayu (rangka atap) dan daun. Arsitektur gereja di Roon, Hollandia, dan Mansinam cukup berkembang dibanding yang lainnya dimasanya sebab telah berdinding papan kayu, dan beratap kayu, bahkan memiliki menara.

Foto yang menampilkan gereja dan pos zending dibawah ini sebenarnya adalah foto di kartu pos jaman itu yang saya peroleh dalam buku "Kartu Pos Zending" karya Dr. Tri Widiarto Soemardjan dan Christopher Tampenawas. Kartu pos bergambar dibawah ini menggunakan metode percetakan Letterpress Halftone, yaitu kartu pos yang berciri-khas memiliki permukaan bertitik. Doktor Tri Widiarto Soemardjan adalah teman saya yang menjabat sebagai Lektor Kepala Sejarah Gereja di Universitas Kristen Satya Watjana Salatiga. Sedangkan Christopher Tampenawas adalah asisten dosen Dr. Tri Widiarto Soemardjan. Buku "Kartu Pos Zending" merupakan pictorial book yang membahas sejarah zending di Indonesia dengan menggunakan alat bantu berupa kartu pos dari jaman itu sebagai media penyampai pesannya. Kartu-kartu pos dalam buku ini merupakan koleksi pribadi dari Alexander Tampenawas.

Zending merupakan salah-satu tema penting dalam perjalanan kartu pos di masa Hindia Belanda sehingga hal ini wajar dibahas namun tetap menarik. Bukan hanya foto-foto gereja dan rumah zending yang dimuat dalam kartu-kartu pos yang didistribusikan oleh zending melainkan juga foto landscape (pemandangan alam), potret warga setempat, potret rumah tangga zendeling, juga potret pedesaan seperti potret desa di Kwawi ini serta potret masyarakat suku Kapau dan suku Meoswar dibawah ini.

Kegiatan kelompok zending di Hindia Belanda memiliki banyak fungsi dan tugas selain mengabarkan injil, salah-satunya adalah fungsi sosial yang terutama sekali dibidang pendidikan dan kesehatan. Dalam kontrak antara pemerintah Kerajaan Belanda dengan VOC (kelompok dagang Belanda) tidak ada pasal kegiatan penginjilan. Tetapi, pada tahun 1623 VOC diharuskan menyebarkan kekristenan (aliran Calvinis) terutama sekali pada kalangan pribumi penganut Katolik dengan harapan pengkonversian agama ini akan memindahkan loyalitas mereka dari Portugis kepada Belanda. Lama kemudian, kelompok zending didirikan di Utrecht pada tahun 1859, yaitu Utrechtsche Zendingsvereeniging yang disingkat UZV yang merupakan kelompok zending yang membuka pelayanan di wilayah timur Hindia Belanda termasuk Papua. Dari kelompok inilah Ottow dan Geisler berasal. Ditahun yang sama dengan berdirinya UZV, berdiri pula kelompok zending lainnya di Belanda tepatnya di Amsterdam pada tahun 1859 yaitu Nederlandse Gereformeerde Zendingsvereniging, yang disingkat NGZV yang lebih banyak melayani di Pulau Jawa. Setelah itu, berdiri juga kelompok zending di Rotterdam yang bernama Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG) yang didirikan oleh sekelompok pietis dari Nederlandsche Hervormd Kerk (NHK), yaitu J. Th. van der Kemp, J.L. Verster, dan H.J. Krom. Setelah NZG didirikan, bergabunglah para pendeta yang keluar dari UZV ke kelompok ini pada tahun 1870-1880an dengan keinginan membuka wilayah-wilayah penginjilan baru. NZG kemudian menjadi kelompok zending yang paling dekat dengan UZV bahkan beberapa pos pelayanan UZV di Sulawesi dan Maluku Selatan kemudian dialihkan pada NZG. Namun, ada ketidak-puasan sekelompok misionaris pada NZG, terutama dari kalangan Reveil, yang kemudian memotivasi mereka mendirikan Nederlandsche Zendeling Genootschap (NZG) yang pelayanan mereka di Hindia Belanda difokuskan di Jawa Barat dan Sulawesi Tenggara. Selain kelompok-kelompok misionari dari Belanda diatas, ada satu kelompok misionari dari Jerman yang sempat melayani di Hindia Belanda. Kelompok misionari ini bernama Rheinsiche Missionsgesellschaft (RMG). Ini akibat dari takluknya Belanda ada Jerman semasa Perang Dunia II. Meski demikian, kelompok ini telah melayani di Hindia Belanda sejak tahun 1913. Namun, organisasi ini mengerjakan pelayanan-pelayanan dalam lingkup yang lebih kecil yang difokuskan di Sumatera. Ini membuat banyak gereja-gereja di Sumatera yang bercorak Lutheran khas gereja Jerman.

Ottow dan Geisler yang berasal dari kelompok UZV kemudian tiba di Hindia Belanda. Lama mereka berada di Batavia sebab sebagai warga negara Jerman mereka sulit mendapatkan ijin untuk menuju Papua karena masalah keamanan dan politik Belanda-Jerman. Merekapun harus menuju ke Maluku Utara untuk meminta ijin pada Sultan Tidore agar bisa mengabarkan injil ke Papua sebab saat itu Papua adalah teritori Tidore, demikianlah menurut catatan zending dan catatan pemerintah Hindia-Belanda. Sultanpun mengijinkan dengan senang hati bahkan menitipkan surat pada mereka berdua untuk diberikan kepada setiap perangkat pemerintah baik perangkat kesultanan maupun perangkat adat bahwa Ottow dan Geisler harus dilindungi. Maka, berangkatlah kedua penginjil ini ke Papua dan tiba di Mansinam, dimana mereka mendirikan gereja pertama di Papua yang diberi nama Kerk der Hoop, atau Gereja Harapan. Persebaran kegiatan missionari kemudian menuju ke wilayah timur Papua, ke Biak (1908-1909) dan Serui/Pulau Yapen (1908) namun pos penginjilan baru dibangun pada 1924. Kemudian, penginjilan digerakan ke wilayah barat Papua pada tahun 1911, dan tiba di wilayah Kepala Burung (Vogel Kop) dan Raja Ampat ada tahun 1913. Wilayah timur Papua kembali diusahakan sehingga zending dapat tiba di Wakde (1922), Sarmi dan Genyem (1924) kemudian merata di wilayah Jayapura, sedangkan, wilayah Teluk Wondama, yaitu Windesi dan Roon, telah dimasuki oleh Zending jauh lebih awal dari semua wilayah yang disebutkan diatas, yaitu pada tahun 1880. Lima pos zending mula-mula di Papua pun didirikan, yaitu Manokwari, Kwawi, Andai, Roon dan Windesi. Kwawi merupakan tempat Carl Willem Ottow dimakamkan. Adapun foto gereja dan rumah zending di Roon dibawah kemungkinan diambil pada sekitar tahun 1906-1908 ketika D.B Starrenberg melayani disana. 

Kiranya tulisan ini dan buku "Kartu Pos Zending" bisa bermanfaat untuk studi atau perkembangan informasi sejarah Pekabaran Injil di Tanah Papua.

_______________________________
Ditulis oleh Devy Ransun

Sumber foto dan referensi:
"Kartu Pos Zending"; Tri Widiarto Soemardjan, Chistopher Tampenawas; Widya Sari Press, Salatiga, cetakan pertama, 2021.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MELIHAT PELANGGARAN HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI BANGSA PAPUA BARAT DAN CARA PENYELESAIANNYA.

MELIHAT PELANGGARAN HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI BANGSA PAPUA BARAT DAN CARA PENYELESAIANNYA. Merefleksikan 60 Tahun (1 Mei 1963-1 Mei 2023) Kekuasaan Indonesia di Papua Barat (By:Kristian Griapon, Mei 1, 2023) Tinjauan Kasus Indonesia telah melanggar hak penentuan nasib sendiri (rights to self determinations), hak politik bangsa Papua Barat di wilayah geografi New Guinea Bagian Barat yang kini disebut Papua Barat. Hak politik bangsa Papua Barat itu telah dijamin berdasarkan perjanjian New York, 15 Agustus 1962, sebuah perjanjian yang telah diratifikasai oleh para pihak Indonesia dan Belanda, yang bersengketa dalam perebutan kekuasaan terhadap wilayah geografi New Guinea Bagian Barat, dan telah menjadi pelaporan Sekjen PBB, serta dideposit pada majelis umum PBB. Pelanggaran hak penentuan nasib sendiri berdasarkan fakta pelaksanaan Pepera (Act of Free Choice) 14 Juli - 2 Agustus 1969 di Papua Barat oleh Indonesia, telah melanggar klausula New York Agreement, 15 Agustus 1962,

Refleksi Paskah dan teologi pembebasan dalam perjuangan rakyat Papua Barat dari penindasan.

Refleksi Paskah dan teologi pembebasan dalam perjuangan rakyat Papua Barat dari penindasan. Tuhan Yesus itu meninggalkan kemuliaan, tinggalkan kebenaran, tinggalkan sifa ke Allahan dan siap menderita. Siap diolok, siap disiksa, siap diejek dan siap di kurang dalam penjara terali besi.  Bagaimana orang Papua yang sedang memperingati hari kematian Yesus di kayu salib. Apakah orang Papua elit-elit politik, tokoh-tokoh gereja, siap meninggalkan rumah  mewah, tinggalkan Jabatan, tinggalkan kemapanan dan mengambil keputusan berjuang bersama rakyat Papua menuntut kemerdekaan dari indonesia.   Apakah orang asli Papua saat ini peringatan hari paskah siap mati seperti Yesus demi selamatkan orang asli Papua dari pemusnahan secara sistematis masif dan terstruktur? Bicara Papua Merdeka takut mati apalagi mengorbankan diri menderita dalam perjuangan pembebasan Nasional Papua Barat. Jika anda takut bicara pembebasan Bangsa dari perbudakan dan cengkraman kolonial maka anda tidak bisa menga

MASYARAKAT ADAT KEMBALI MEMBAKAR MOBIL INOVA BERISI MIRAS DI DOGIYAI.

MASYARAKAT ADAT KEMBALI MEMBAKAR MOBIL INOVA BERISI MIRAS DI DOGIYAI. Dogiyai, Tanggal 09 April 2022. Kemarin  Masyarakat Adat Dogiyai Kembali membakar mobil inova berisi minuman keras di Dogiyai. Proses Pembakaran tersebut dilakukan oleh Masyarakat Adat Dogiyai di kali buda/Kasuari di distrik Dogiyai pada hari sabtu 09 /4/2022 Jam 08 : 5 WIT pada waktu Papua Barat. . Di Kabarkan bahwa, Pelaku/Sopirnya telah melarikan diri dan masih dalam proses Pengejaran terhadap pelaku oleh Masyarakat adat Dogiyai. Menurut keterangan Masyarakat, Ketika pelaku tertangkap maka selanjutnya akan dilakukan Proses Penyelidikan. Melalui Proses Penyelidikan akan ketahuan siapa aktor di balik pengedaran miras selama ini di Meepago Papua. Masyarakat Adat Dogiyai telah bersepakat bahwa siapapun termasuk Pesawat sekalipun bila menjadi pengedar Miras di Dogiyai. Maka dianggap Pelanggar Ketentuan Hukum Masyarakat Adat Dogiyai. Maka Konsekuensinya atas pelanggaran ketentuan masyarakat Hukum Adat adalah