Aku seorang perempuan, menafkahi anakku dengan mengobral tubuhku
Tatkala hadits-hadits memblejetiku
Ini bukan jalan sesat ini bukan hasil haram, yang ku tau tuhan tak berpihak, pemerintah memperkosa keadilan maka hanya gelap malam aku dan vaginaku,payudaraku,bokongku di santap seakan tulang yang masih di baluti minyak
Kata mereka
Aku akan di neraka
Tapi mereka belum lihat api itu
Ya api yang hanya membakarku
Kata mereka aku menafkahi anakku dengan jalan yang sesat
Ya tapi mereka tak tau keringat yang menghujat
Sejatinya perempuan
Segalanya salah dalam keadaan
apapun itu dan bagaimana pun itu
Kau di tuntut tunduk dan bersimbah pada perintah
Aku tak suka itu, sebab aku adalah ras yang dinamakan manusia, lantas apa yang membedakanku dengan ras yang mayoritas?
Aku seorang perempuan
Tak memilih diam dalam tangisan
Kehidupan adalah perbadingan
Maka pradigma-pradigma ketololan
selalu sarang di slangkanganku
Aku lebih memilih memperkosa diriku sendiri dengan jalanku sendiri
Aku lebih memilih pantat dan kemaluanku di hujat demi rupiah yang memberi kehidupan
Daripada aku sembunyi dalam kemunafikan, sembunyi dalam kepasrahan,sembunyi menjadi penjilat dan tunduk memilih menjaga moral
Aku paham yang awam berfikir
Tapi kalian tak paham di kondisiku saat ini
Dengarlah, bacakan dan caritaukan
Bahwa aku tak bersalah menyuarakan keadilan kala itu
Tatkala aku di buntuti oleh mereka yang katanya mengayomi
Aku di perkosa dan di ringkus obat bius
Dibawalah tubuhku lalu di letakan di atas meja panjang
Itulah meja introgasi yang menghakimi memaki diriku di depan para anjing-anjing yang lebih kotor dari pada binatang haram yang di riwayatkan kitab itu
Aku yang bersama para aktivis berorasi di depan tugu yogyakarta menuntut hidupkan lagi hutan yang di gusur
Adalah petaka bagiku
Sebab perempuan di tuntut diam dalam dapur tebalnya asap
Di tuntut diam dalam kamar yang......
tak baik ku lanjuti bait-bait berikut
Tuhan muliakan aku!
Jogjakarkarta, 25 November 2021
[ Perempuan Puisi ]
Komentar
Posting Komentar