SEDIKIT CORETAN ATAS DIBUKANYA UNIVERSITAS INTERNASIONAL PAPUA (UIP) DAN NASIB MAHASISWA PAPUA DI LN
SEDIKIT CORETAN ATAS DIBUKANYA UNIVERSITAS INTERNASIONAL PAPUA (UIP) DAN NASIB MAHASISWA PAPUA DI LN
-------------------------------------------------------------
Upaya beberapa pihak menghadirkan Universitas Internasional Papua (UIP) yang disponsori oleh Papua Language Institute (PLI) dalam konteks kepentingan OAP, patut disyukuri dan dihargai. Pendirian UIP adalah sejarah dan terobosan baru dari, oleh dan untuk putra/i asli Papua bagi pemajuan pendidikan tinggi di tanah ini, tapi juga sebagai upaya akselerasi pendidikan di dalam negeri terhadap pendidikan LN yang sudah maju. Globalisasi saat ini memang menuntut peningkatan kualitas lembaga pendidikan yang mantap sehingga SDM Papua dalam bidang tertentu tidak kalah saing dengan lulusan luar Papua dan LN.
Kehadiran UIP juga sejatinya dapat meminimalisasi cost untuk pendidikan yang tinggi, selain makin mendekatkan PT bertaraf internasional kepada berbagai berbagai lapisan masyarakat Papua, sehingga setiap komponen orang Papua dengan masing-masing latar sosial ekonomi dapat memiliki peluang yang paling tidak sama untuk mengenyam pendidikan pada PT yang bermutu dan bertaraf internasional. Sekaligus ini telah menjawab harapan, mending datangkan pengajar LN untuk mengajar OAP di Papua daripada mengirim mahasiswa ke luar karena tingginya biaya yang dikeluarkan.
Amboi, disaat yang sama saat ini, para mahasiswa Papua di LN sedang dilanda pemutusan beasiswa sebagai dampak ikutan dari keputusan politik sepihak Jakarta atas revisi UU Otsus Papua 2001 tahun lalu. Keputusan itu mengakibatkan nasib ribuan mahasiswa Papua tak menentu karena terancam dikeluarkan atau putus dari seluruh studi mereka. Upaya untuk menyuarakan nasib para mahasiswa ini sudah dilakukan beberapa kali. Namun hasilnya belum pasti. Melihat dinamika tersebut di atas, maka beberapa solusi seperti: 1) pemulangan/ exodus mahasiswa Papua untuk kembali studi di UIP dapat dipikirkan, jika memungkinkan; 2) Para mahasiswa mengupayakan cara lain untuk membiayai sendiri pendidikan mereka secara mandiri; 3) bilamana memungkinkan mereka juga bisa meminta suaka politik di setiap negara dimana mereka berada saat ini mengingat penghentian pemberian beasiswa terjadi karena keputusan politik yang bernuansa rasis-kolonialistik, maka para mahasiswa Papua mestinya bisa mengambil langkah politik yang konkret dan berani.Tidak perlu memohon atau menuntut belas kasihan, perhatian kepada Jakarta atau pemerintah Papua yang telah menghianati rakyat Papua selama 20 tahun Otsus berjalan.
Sebagai penutup, kehadiran UIP yang historis ini menyuguhkan beberapa kekhawatiran melihat situasi eskalasi politik Papua yang cukup intensip beberapa waktu belakangan ini. Bahwa jangan sampe UIP akan bernasib sama seperti hotel bintang 5 di Biak yang ditutup bersamaan dengan penutupan bandara Internasional Frans Kaisiepo. Sebab kita telah cukup banyak melihat dan belajar bahwa diskursus internasionalisasi apapun dari Papua selalu memiliki implikasi paradoksal juga hiperparanoia pada beberapa kalangan di Jakarta. Namun jika tidak, dapat dipikirkan bahwa pendirian UIP adalah bagian dari upaya domestikasi mahasiswa Papua sehingga limitasi, lokalisasi hingga minimalisasi pergerakan mahasiswa Papua ke LN dapat tercapai.
Disisi lain keseriusan Pusat membangun Papua benar-benar akan tercermin dari seberapa serius mereka memberikan solusi atas persoalan real atas nasib ribuan mahasiswa Papua ini. Demikian juga akan menjadi isyarat bahwa pendirian UIP tidak dibarengi tujuan implisit domestikasi-lokalisasi gerakan generasi muda Papua ke LN. Tentunya dalam konteks pendidikan, ada kecenderungan mematikan SDM-IPM OAP agar terus berada dilevel terendah secara nasional. ©TSD
Maaf Gambar lain.
Komentar
Posting Komentar