Langsung ke konten utama

Sejarah Pidato Trikora dan Ambisi Sukarno Kuasai Papua

Sejarah Pidato Trikora dan Ambisi Sukarno Kuasai Papua

Penulis: Petrik Matanasi
19 Desember 2018

Sejarah Pidato Trikora dan Ambisi Sukarno Kuasai Papua
Pidato Trikora adalah kampanye awal Sukarno untuk menguasai Irian Barat.

tirto.id - Pada Minggu pagi 19 Desember 1948, Republik Indonesia diserang pasukan Belanda pimpinan Simon Hendrik Spoor. Serangan itu diberi nama Operasi Gagak dan mengincar Yogyakarta, ibu kota Republik. Dalam sejarah Indonesia, peristiwa itu tercatat sebagai agresi militer yang tak terlupakan.

Tapi setahun kemudian keadaan berbalik. Berkat diplomasi dan tekanan internasional, Belanda terpaksa harus angkat kaki sesuai kesepakatan Konferensi Meja Bundar (KMB) pada akhir 1949. Belanda pun harus mengakui kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949.

Advertising
Advertising

Berdasarkan KMB, wilayah Indonesia meliputi bekas wilayah Hindia Belanda, kecuali Papua—yang dalam perjanjian akan diserahkan setahun setelahnya. Namun, setelah lebih dari setahun, Papua yang kaya hasil tambang itu tak kunjung diserahkan. Indonesia tentu saja berang. Apalagi KMB sangat merugikan Indonesia karena keharusan membayar utang Hindia Belanda sebesar 4,3 miliar gulden.

KMB kemudian dibatalkan. Bukan cuma itu, perusahaan-perusahaan Belanda yang beroperasi di Indonesia dinasionalisasi. kekayaan negara tentu bertambah dari sini. Selain itu, pengusiran atas orang-orang Belanda pun dilakukan. Salah satu yang terusir itu terdapat penyanyi keroncong Wieteke van Dort yang terkenal dengan lagu "Geef Mij Maar Nasi Goreng" (1979).

Belanda Masih Ingin Berkuasa

Belanda mencium gelagat buruk dan berusaha memperkuat Papua. Belanda lalu bersikap manis kepada orang-orang asli Papua. Pada Februari 1961 ada pemilihan anggota parlemen baru dan Komite Nasional Papua pun mereka bentuk pada 19 Oktober 1961.

Pertahanan Papua juga diperkuat. Selain dengan kekuatan militer Belanda yang ada, memberdayakan orang-orang Papua pun dilakukan.

“Pada tanggal 4 April 1960 Belanda mengirimkan kapal-induk ,,Karel Doorman'' ke Irian Barat, dengan alasan mengadakan "Pameran Bendera" (Vlagvertoon) yang diikuti beberapa kapal perang lainnya," tulis buku Irian Barat daerah kita (1962: 30) yang dirilis Departemen Penerangan RI.

Di bulan yang sama, seperti ditulis P.J. Drooglever dalam Tindakan pilihan bebas!: orang Papua dan penentuan nasib sendiri (2010), kesatuan-kesatuan pertama dari Papoea Vrijwilligers Corps alias Korps Relawan Papua mulai dididik. Korps tersebut sudah direncanakan sejak 1950 dan dilaksanakan dengan sangat lamban sekali oleh Belanda. Tapi pada 1960 mau tidak mau mereka mempercepatnya (hlm. 409).

Sukarno beserta para pembantunya tentu tahu Belanda tidak akan mempermudah lawannya untuk menyerang Papua. Setidaknya, pada 6 Maret 1961, sebuah pasukan pemukul berjumlah besar dengan nama Korps Tentara ke-1 (Korra-1) dibentuk. Brigadir Jenderal Soeharto jadi Panglimanya. Korra lalu berubah jadi Tjadangan Umum Angkatan Darat (Tjaduad) dan belakangan lagi jadi Komando Tjadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad).

Di level elite pemerintah, Dewan Pertahanan Nasional (Depertan) lalu dibentuk pada 11 Desember 1961. Tiga hari kemudian, seperti dicatat dalam salah satu buku babon sejarah Angkatan Darat, Sejarah TNI-AD, 1945-1973: Peranan TNI-AD dalam mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia (1979), dalam sidang Depertan tanggal 14 Desember 1961 terbentuklah Komando Operasi Tertinggi (Koti). Di organisasi itu Sukarno bertindak sebagai orang nomor satu, disusul A.H. Nasution dan panglima-panglima angkatan (hlm. 79).

Sukarno Membakar Massa

Masyarakat Indonesia, yang kala itu tentu tidak banyak tahu isi KMB dan pentingnya Papua, dijadikan sasaran kampanye oleh Sukarno. “Presiden Sukarno memilih tempat dan waktu yang simbolik," tulis Harsya Bachtiar dalam tulisan bertajuk "Sejarah Irian Jaya" dalam buku yang disunting Koentjaraningrat, Irian Jaya: Membangun Masyarakat Majemuk (1994: 87).

Sukarno memilih tanggal 19 Desember 1961, tepat hari ini 57 tahun lalu, sebagai titik awal kampanye. Tempatnya adalah Alun-alun Utara, Yogyakarta.

Ia mengambil tanggal itu dengan alasan: tiga belas tahun sebelumnya, pada 19 Desember 1948, Yogyakarta diinjak-injak tentara Belanda di bawah komando Jenderal Simon Hendrik Spoor. Di dekat alun-alun itu, di dalam Istana Negara Gedung Agung, yang terletak di ujung selatan Jalan Malioboro, Sukarno dan pejabat lainnya ditawan.

Pihak Indonesia mengenang peristiwa ini sebagai Agresi Militer Belanda II. Masa lalu suram itu pun seolah-olah hendak ditimbun dengan memori baru soal perang terhadap Belanda, dalam merebut Irian Barat.

Menurut Rosihan Anwar dalam Sukarno, Tentara, PKI: Segitiga Kekuasaan Sebelum Prahara Politik, 1961-1965 (2006: 85), konon Muhamad Yamin adalah pengusul dipilihnya tanggal 19 Desember itu dalam sidang Depertan pada 11 Desember 1961. Bagi Rosihan, pidato ini menjadi antiklimaks (hlm. 85).

“Berduyun-duyun orang berkumpul di lapangan alun-alun di muka Keraton Yogyakarta. Pemancar radio menghubungi panggung upacara dengan penduduk di seluruh Indonesia," tulis Harsya Bachtiar.

Dalam catatan Mangil Martowidjojo yang termaktub di buku Kesaksian Tentang Bung Karno 1945-1967 (1999), “rapat raksasa ini dikunjungi ratusan ribu rakyat daru daerah Yogyakarta dan luar daerah Yogyakarta, sehingga Alun-Alun Utara di Yogyakarta menjadi lautan manusia" (hlm. 322).

Video dari Arsip Nasional RI memperlihatkan bagaimana mobil-mobil yang membawa rombongan Sukarno dengan para pengawalnya disambut rakyat di sekitar Tugu Yogyakarta dan kemudian melintasi Jalan Pangeran Mangkubumi, lalu terus ke arah selatan.

Letnan Jenderal Soegito tidak akan melupakan hari bersejarah itu. Tahun 1961 adalah tahun terakhir Soegito di Akademi Militer Nasional (AMN) dan rapat raksasa pembebasan Irian Barat bersamaan dengan dilantiknya taruna AMN Angkatan 1961.

Soegito hanya salah satu yang jadi jenderal, kawan lainnya yang belakangan jadi orang penting adalah Zain Ashar Maulani (mantan Kepala BIN) dan Feisal Tanjung (Mantan Panglima ABRI). Benny Adrian dalam biografi Soegito, Letjen (Pur) Soegito, Bakti Seorang Prajurit Stoottroepen (2015), mencatat bukan hanya taruna yang akan dilantik yang hadir di situ, tapi juga taruna yang lebih junior.

Maka tepat pukul 09.00 pada Selasa, 19 Desember 1961 itu Sukarno pun berpidato membakar semangat rakyat.

"Gagalkan!" Kata Sukarno

Sukarno tentu saja tidak suka politik Belanda yang bikin negara boneka, termasuk negara Papua. Ia berseru: “Gagalkan, hai seluruh rakyat Indonesia, gagalkan pendirian 'negara Papua' itu!"

Dalam pidatonya, Sukarno juga memberikan komando penting. “Batalkan 'negara Papua' itu! Kibarkan bendera Sang Merah Putih di Irian Barat! Gagalkan! Kibarkan bendera kita! Siap sedialah, akan datang mobilisasi umum! Mobilisasi umum bagi yang mengenai seluruh rakyat Indonesia untuk membebaskan Irian Barat samasekali daripada cengkeraman imperialis Belanda."

Orang Indonesia lantas mengingat tiga pokok utama pidato itu sebagai Tri Komando Rakyat (Trikora). Pesan pentingnya adalah gagalkan pembentukan negara boneka Papua, kibarkan sang merah putih di Irian Barat, dan bersiaplah untuk mobilisasi umum.

Setelah Papua dikuasai Indonesia, di antara mantan taruna yang hadir di Alun-alun utara itu ada yang pernah bertugas di Papua. Berhubung pentingnya Papua bagi RI, jalan antara Istana Negara Gedung Agung dengan Alun-Alun Utara Yogyakarta itupun dinamai Jalan Trikora.


Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Ivan Aulia Ahsan

Tanggal 19 Desember diambil untuk mengenang kekejaman Belanda di Agresi Militer II pada 19 Desember 1948.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MELIHAT PELANGGARAN HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI BANGSA PAPUA BARAT DAN CARA PENYELESAIANNYA.

MELIHAT PELANGGARAN HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI BANGSA PAPUA BARAT DAN CARA PENYELESAIANNYA. Merefleksikan 60 Tahun (1 Mei 1963-1 Mei 2023) Kekuasaan Indonesia di Papua Barat (By:Kristian Griapon, Mei 1, 2023) Tinjauan Kasus Indonesia telah melanggar hak penentuan nasib sendiri (rights to self determinations), hak politik bangsa Papua Barat di wilayah geografi New Guinea Bagian Barat yang kini disebut Papua Barat. Hak politik bangsa Papua Barat itu telah dijamin berdasarkan perjanjian New York, 15 Agustus 1962, sebuah perjanjian yang telah diratifikasai oleh para pihak Indonesia dan Belanda, yang bersengketa dalam perebutan kekuasaan terhadap wilayah geografi New Guinea Bagian Barat, dan telah menjadi pelaporan Sekjen PBB, serta dideposit pada majelis umum PBB. Pelanggaran hak penentuan nasib sendiri berdasarkan fakta pelaksanaan Pepera (Act of Free Choice) 14 Juli - 2 Agustus 1969 di Papua Barat oleh Indonesia, telah melanggar klausula New York Agreement, 15 Agustus 1962,

Refleksi Paskah dan teologi pembebasan dalam perjuangan rakyat Papua Barat dari penindasan.

Refleksi Paskah dan teologi pembebasan dalam perjuangan rakyat Papua Barat dari penindasan. Tuhan Yesus itu meninggalkan kemuliaan, tinggalkan kebenaran, tinggalkan sifa ke Allahan dan siap menderita. Siap diolok, siap disiksa, siap diejek dan siap di kurang dalam penjara terali besi.  Bagaimana orang Papua yang sedang memperingati hari kematian Yesus di kayu salib. Apakah orang Papua elit-elit politik, tokoh-tokoh gereja, siap meninggalkan rumah  mewah, tinggalkan Jabatan, tinggalkan kemapanan dan mengambil keputusan berjuang bersama rakyat Papua menuntut kemerdekaan dari indonesia.   Apakah orang asli Papua saat ini peringatan hari paskah siap mati seperti Yesus demi selamatkan orang asli Papua dari pemusnahan secara sistematis masif dan terstruktur? Bicara Papua Merdeka takut mati apalagi mengorbankan diri menderita dalam perjuangan pembebasan Nasional Papua Barat. Jika anda takut bicara pembebasan Bangsa dari perbudakan dan cengkraman kolonial maka anda tidak bisa menga

MASYARAKAT ADAT KEMBALI MEMBAKAR MOBIL INOVA BERISI MIRAS DI DOGIYAI.

MASYARAKAT ADAT KEMBALI MEMBAKAR MOBIL INOVA BERISI MIRAS DI DOGIYAI. Dogiyai, Tanggal 09 April 2022. Kemarin  Masyarakat Adat Dogiyai Kembali membakar mobil inova berisi minuman keras di Dogiyai. Proses Pembakaran tersebut dilakukan oleh Masyarakat Adat Dogiyai di kali buda/Kasuari di distrik Dogiyai pada hari sabtu 09 /4/2022 Jam 08 : 5 WIT pada waktu Papua Barat. . Di Kabarkan bahwa, Pelaku/Sopirnya telah melarikan diri dan masih dalam proses Pengejaran terhadap pelaku oleh Masyarakat adat Dogiyai. Menurut keterangan Masyarakat, Ketika pelaku tertangkap maka selanjutnya akan dilakukan Proses Penyelidikan. Melalui Proses Penyelidikan akan ketahuan siapa aktor di balik pengedaran miras selama ini di Meepago Papua. Masyarakat Adat Dogiyai telah bersepakat bahwa siapapun termasuk Pesawat sekalipun bila menjadi pengedar Miras di Dogiyai. Maka dianggap Pelanggar Ketentuan Hukum Masyarakat Adat Dogiyai. Maka Konsekuensinya atas pelanggaran ketentuan masyarakat Hukum Adat adalah